Ungkap Biaya Hidup di Penjara, Tahanan: Semua di Sana Mahal, Karpet Saja Harus Bayar Rp2 Juta

Ilustrasi - Penjara | AKURAT.CO/Ryan

Penyelundup narkoba asal PrancisDorfin Felix mengakui biaya hidup sebagai seorang tahanan di Rutan Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) sangat tinggi.

Hal tersebut Dorfin katakan ketika dihadirkan sebagai saksi dalam sidang terdakwa pungutan liar Rutan Polda NTB Kompol Tuti Mariyati di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu (14/8/2019).

Dalam persidangan yang diketuai Hakim Sri Sulastri, Dorfin Felix memberikan kesaksian dengan didampingi seorang penerjemah dari kantor bahasa NTB.

"Semua di sana mahal, makanan juga mahal, untuk karpet saja, saya harus bayar Rp2 juta," kata Dorfin.

Belum lagi uang yang harus dia keluarkan untuk diberikan kepada petugas jaga di Rutan Polda NTB. Dorfin mengaku kerap memberikan uang kepada petugas jaga dengan nominal Rp100 ribu-Rp200 ribu.

"Makanya saya sediakan uang di kantong saya sampai Rp5 juta," ujarnya.

Terkait dengan keterangan tersebut, majelis hakim kemudian menanyakan asal-usul uang Dorfin. Kepada majelis hakim, Dorfin mengaku mendapatkannya dari kiriman orang tuanya di Prancis.

"Saya dikirimkan ibu saya melalui Western Union. Saya dibantu Tuti untuk mengambilnya," kata Dorfin.

Untuk menghubungi orang tuanya yang berada di Prancis, Dorfin dibantu Tuti dengan dipinjamkan telepon genggam.

Uang yang berdasarkan alat buktinya diterima dalam dua kali pengiriman dengan nilai keseluruhan mencapai Rp15 juta. Dorfin menggunakannya untuk biaya hidup selama berada dalam Rutan Polda NTB.

"Jadi selama dua bulan saya berada di rutan, uang saya gunakan untuk bayar karpet, HP, makan dan juga TV. Tapi TV itu bukan disimpan di kamar saya, di lorong, biar bisa dinikmati yang lain," katanya.




Sumber: AKURAT.CO

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ujang Komarudin: Kasus Narkoba Andi Arief Merusak Citra Partai Demokrat

Boneka Jokowi dan Prabowo yang Kepalanya Bisa Goyang-goyang Laris Manis di Solo

Sekjen PBNU Diperiksa KPK Terkait Kasus Suap Proyek di Kementerian PUPR